Minggu, 06 Januari 2013

tugaspersentase



INTERAKSI OBAT (DRUG INTERACTION)
A. INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT LAIN.

Peristiwa interaksi obat terjadi sebagai akibat penggunaan bersama-sama dua macam obat atau lebih. Interaksi ini dapat menghasilkan effek yang menguntungkan tetapi sebaliknya juga dapat menimbulkan effek yang merugikan atau membahayakan.
Meningkatnya kejadian interaksi obat dengan effek yang tidak diinginkan adalah akibat makin banyaknya dan makin seringnya penggunaan apa yang dinamakan “ Polypharmacy “ atau “ Multiple Drug Therapy “.
Sudah kita maklumi bersama bahwa biasanya penderita menerima resep dari dokter yang memuat lebih dari dua macam obat. Belum lagi kebiasaan penderita yang pergi berobat ke beberapa dokter untuk penyakit yang sama dan mendapat resep obat yang baru. Kemungkinan lain terjadinya interaksi obat adalah akibat kebiasaan beberapa penderita untuk mengobati diri sendiri dengan obat-obatan yang dibeli di toko-toko obat secara bebas.
Interaksi obat yang tidak diinginkan dapat dicegah bila kita mempunyai pengetahuan farmakologi tentang obat-obat yang dikombinasikan. Tetapi haruslah diakui bahwa pencegahan itu tidaklah semudah yang kita sangka, mengingat jumlah interaksi yang mungkin terjadi pada orang penderita yang menerima pengobatan polypharmacy cukup banyak.
Mekanisme interaksi obat bermacam-macam dan kompleks. Pada dasarnya dapat digolongkan sebagai berikut:

I. INTERAKSI FARMASETIK

Interaksi ini adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan / disiapkan sebelum obat digunakan oleh penderita.
Misalnya interaksi antara obat dan larutan infus IV yang dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi pengendapan.
Bentuk interaksi ini ada 2 macam :
Interaksi secara fisik : misalnya terjadi perubahan kelarutan
Interaksi secara khemis : misalnya terjadi reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama dalam penyimpanan.

II. INTERAKSI FARMAKOKINETIKA
Interaksi ini adalah akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada absorbsi, metabolisme, distribusi dan ekskresi sesuatu obat oleh obat lain. Dalam kelompok ini termasuk interaksi dalam hal mempengaruhi absorbsi pada gastrointestinal, mengganggu ikatan dengan protein plasma, metabolisme dihambat atau dirangsang dan ekskresi dihalangi atau dipercepat.

III. INTERAKSI FARMAKODINAMIK.

Interaksi ini terjadi bila sesuatu obat secara langsung merubah aksi molekuler atau kerja fisiologis obat lain. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi :
a.Obat-obat tersebut menghasilkan kerja yang sama pada satu organ (sinergisme).
b.Obat-obat tersebut kerjanya saling bertentangan ( antagonisme ).
c.Obat-obat tersebut bekerja independen pada dua tempat terpisah
ASMA
Kata asma berasal dari bahasa Yunani “asthma” yang berarti sukar bernafas. Asma termasuk salah satu penyakit yang memiliki angka kejadian yang relatif tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, kata ”asma” tentu sudah tidak terdengar asing lagi bagi sebagian besar masyarakat. Penyakit asma bisa bisa muncul kapan saja dan bisa diderita oleh siapa saja tanpa pandang bulu, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, baik wanita maupun laki-laki. Saat kambuh, panderita akan mengalami sesak nafas sehingga aktivitas sehari-hari, seperti sekolah maupun kerja, bisa terganggu. Selain mengganggu aktivitas, penyakit ini bahkan bisa menyebabkan kematian bila tidak ditangani secara cepat dan tepat. Namun jika penyakit ini dikendalikan, kematian dapat dicegah dan penderita asma tak perlu mengalami serangan lagi atau gejalanya berkurang. Untuk dapat mengetahui bagaimana cara pencegahan dan pengobatan yang tepat untuk asma, maka penderita perlu mengenal lebih jauh tentang asma terlebih dahulu.
Asma adalah penyakit yang disebabkan karena adanya inflamasi (peradangan) kronis pada saluran pernafasan, yang belum diketahui secara pasti penyebabnya. Beberapa faktor  yang dapat memicu terjadinya asma antara lain adalah: infeksi saluran pernafasan, alergen (debu, bulu hewan, serbuk sari, dll), kondisi lingkungan (udara dingin, asap rokok), stress, olahraga berat, obat (aspirin, NSAIDs, β-blocker). Adanya peradangan membuat saluran pernafasan menjadi sangat sensitif terhadap rangsangan dan mudah mengalami penyempitan.  Penyempitan ini menyebabkan udara yang masuk dan keluar saluran pernafasan terhalang sehingga penderita menjadi sesak. Selain itu, serangan asma juga sering disertai dengan serangan batuk, nafas pendek, rasa sesak di dada. Pada asma yang sudah parah biasanya juga ditandai dengan wheezing atau “mengi”, terutama pada malam hari. Penyempitan saluran nafas pada asma bersifat reversible dan serangan biasanya berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam.
Kelainan utama penyakit asma adalah peradangan saluran nafas, sehingga pengelolaan/pengobatannya bukan hanya ditujukan untuk menghilangkan gejala sesak nafas semata, tetapi juga berbagai tujuan berikut yaitu, agar penderita mempunyai fungsi paru mendekati normal dan gejala asmanya menghilang atau minimal. Tujuan lainnya adalah agar serangan asma minimal, pemakaian obat untuk serangan sesak berkurang, dan tidak ditemukan efek samping obat.
Secara umum, ada 2 cara untuk mengatasi asma yaitu dengan terapi non-farmakologis (tanpa obat) dan terapi farmakologis (dengan obat). Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan menghindari faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan asma serta dengan melakukan olahraga ringan seperti renang.
Adapun untuk terapi farmakologis, ada dua jenis obat yang biasa digunakan yaitu quick-relief dan long-term control. Kedua jenis obat tersebut memiliki cara kerja yang berbeda. Obat-obat quick-relief, misal bronkodilator, bekerja dengan merelaksasi otot-otot di saluran nafas sehingga saluran nafas yang semula menyempit akan melebar kembali dan penderita mampu bernafas dengan lega. Dengan demikian, obat-obat ini lebih efektif digunakan saat serangan asma terjadi. Adapun obat-obat long-term relievers digunakan untuk mencegah timbulnya serangan asma dengan mengatasi peradangan di saluran pernafasan agar tidak semakin memburuk, antara lain dengan mengurangi udem. Contoh obat yang termasuk long-term relievers ini adalah kortikosteroid.
Terapi Farmakologi Asma

1.      Short term relievers (pereda jangka pendek)
      Contoh: Bronkodilator
•    B2 agonist (terbutalin, salbutamol, eformeterol)
•   Metil xantin (teofilin, aminofilin)
•   Antikolinergik (atropin,ipatropium klorida)


    2.   Long term controlless (pengontrol jangka panjang)
      Contoh :
•   Steroid (Beklometason, budesonid, flutikason, prednison)
•   Nonsteroid (sodium kromogilat, nedokromil sodium)
     3.   Obat-obat lain
      Contoh :
•   Antihistamin (ketotipen, tiazinamium)
•   Ekspektoran dan mukolitik (ambroksol, kalium iodide)

B2agonist
Saraf adrenergik melakukan kontrol terhadap otot polos saluran napas secara tidak langsung yaitu melalui katekolamin/epinefrin dalam tubuh. Mekanisme adrenergik meliputi saraf simpatis, katekolamin dalam darah, reseptor adrenergik dan reseptor adrenergik. Perangsangan pada reseptor adrenergik menyebabkan bronkokonstriksi dan perangsangan reseptor adrenergik akan menyebabkan bronkodilatasi

Metil xantin
            Ada dua mekanisme yang diperkirakan terjadi. Mekanisme pertama adalah pada konsentrasi tinggi, obat ini dibuktikan dapat menghambat fosfodiesterase invitro. Enzim tersebut menghidrolisis cyclic nucleotide sehingga menghasilkan peningkatan konsentrasi cAMP intraseluler. Efek tersebut dapat menjelaskan terjadinya stimulasi kardiak dan relaksasi otot polos yang disebabkan oleh obat tersebut. Mekanisme kerja lainnya yaitu terjadinya hambatan pada reseptor permukaan sel untuk adenosine. Reseptor-reseptor tersebut memodulasi aktivitas adenylyl cyclace dan adenosine, yang telah terbukti dapat menyebabkan kontraksi otot polos, jalan napas terpisah, dan menyebabkan rilis histamine dari sel mast jalan napas.

antikolinergik
Digunakan untuk pasien yang tidak tahan terhadap penggunaan agonisr adrenoreseptor dengan mekanisme yang sama. Saraf kolinergik merupakan bronkokonstriktor saluran napas dominan pada binatang dan manusia. Peningkatan refleks bronkokonstriksi oleh kolinergik dapat melalui neurotransmiter atau stimulasi reseptor sensorik saluran napas oleh modulator inflamasi seperti prostaglandin, histamin dan bradikinin.
Ipratropium bromide (Atrovent). Ipratropium memakan waktu lebih lama untuk bekerja dibandingkan dengan beta-2 agonists, dengan keefektifan puncaknya terjadi dua jam setelah masukan dan bertahan selama enam jam. Anticholinergic agents dapat juga sebagai obat yang sangat membantu untuk pasien-pasien dengan emphysema.

Golongan steroid
Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan penyakit asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.

Antihistamin
            Obat ini memblokir reseptor histamine sehingga akan mencegah efek bronkhioli.

Mukolitik dan ekspektoran
            Untuk mengurangi kekentalan dahak, mukolitik untuk merombak mukoprotein dan ekspektoran untuk mengencerkan dahak sehingga mempermudah pengeluaran dahak.

 Tabel 



Kerja
Golongan obat
Obat
Intraksi dengan
Onset
Severity
Efek
Short Time Relievers









Metil xanthin
TEOFILIN
Acyclovir
Delayed
Moderate
Konsentrasi TEOFILIN Plasma mungkin meningkat, meningkatkan efek farmakologis dan merugikan
TEOFILIN
Allopurinol
Delayed
Moderate
Bersihan TEOFILIN dapat menurun dengan dosis besar allopurinol (600 mg / hari), mengarah ke tingkat plasma peningkatan TEOFILIN dan toksisitas mungkin.
TEOFILIN
Barbiturat
Delayed
Moderate
Penurunan level TEOFILIN, mungkin mengakibatkan efek terapi berkurang.
TEOFILIN
Cimetidine
Delayed
Moderate
Peningkatan level TEOFILIN beserta efek toksik mungkin muncul


TEOFILIN
Antibiotik Makrolida (eg, Erythromycin)
Delayed
Moderate
Peningkatan kadar serum TEOFILIN  dengan toksisitas mungkin terjadi. Penurunan tingkat eritromisin juga terjadi.


TEOFILIN
Loop Diuretik
Rapid
Minor
Aksi THEOPHYLLINES dapat diubah, disempurnakan, atau dihambat oleh diuretik loop,
b-2 AGONIST
SALBUTAMOL
DIGOXIN


Level serum digoxin diturunkan
SALBUTAMOL
ENFURANE,         HALOTHANE


Peningkatan terjadinya resiko Malignant Aritmia
SALBUTAMOL
Obat Penginduksi CYP3A4


Dapat menurunkan efek salbutamol
SALBUTAMOL
BETA BLOCKERS


Bronkospasm hebat
SALBUTAMOL
MAO INHIBITOR


Peningkatan efek kardiovaskular
ANTIKOLINERGIK
ATROPIN
AMANTADINE
Delayed
Moderate
Reaksi samping antikolinergik dapat ditingkatkan.
LONG TIME RELIEVERS
STEROID
PREDNISON
Fenitoin, fenobarbital, efedrin, rifampisin


Meningkatkan bersihan prednison.
PREDNISON
ANTIKOAGULAN


Merubah respon antikoagulan

PREDNISON
DIURETIK HEMAT KALSIUM


Menyebabkan hiperkalasemia

ANTIHISTAMIN
KETOTIFEN
Obat penekan sistem saraf pusat (sedatif, hipnotik, antihistamin, alkohol)


Meningkatkan efek sedatif
KETOTIFEN
Obat oral Anti Diabetes


Menyebabkan terjadinya penurunan trombosit, platelet










 

tugas seminar ditulis oleh
-Akhyar nioli
-Difa ananda
-Ronal DJ
-Alex leo
-Betika